TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Donald Trump mau memasukkan Ikhwanul Muslimin sebagai daftar organisasi teroris Amerika Serikat.
Ini berarti AS akan memberikan sanksi kepada kelompok atau individu yang berbisnis dengan Ikhwanul Muslimin.
Namun pejabat Pentagon dan Kementerian Luar Negeri keberatan dengan rencana ini karena Ikhwanul Muslimin tidak memenuhi ketentuan hukum sebagai kelompok teroris.
Baca: Trump Mau Masukkan Ikhwanul Muslimin Sebagai Organisasi Teroris
Selain itu, keputusan ini dapat memiliki konsekuensi yang tidak diinginkan di negara-negara sekutu di mana Ikhwanul Muslimin memiliki partai-partai politik terkemuka.
Ikhwanil Muslimin sendiri menyangkal berulangkali bahwa mereka tidak melakukan aktivitas teroris dan kekerasan apapun.
Berikut ini adalah fakta yang dirangkum The New York Times, 2 Mei 2019, tentang sejarah Ikhwanul Muslimin hingga dasar argumen yang menyebut apakah Ikhwanul Muslimin terlibat terorisme.
1. Sejarah Ikhwanul Muslimin
Pendiri Ikhwanul Muslimin, Hassan al-Banna.[biography.com]
Ikhwanul Muslimin atau yang dikenal negara Barat sebagai Muslim Brotherhood adalah gerakan misionaris yang didirikan pada 1928 di Mesir oleh Hassan al-Banna. Al-Banna adalah guru sekolah yang bekerja di kota Ismailia, dekat Kanal Suez.
Dia berpendapat bahwa kebangkitan agama Islam akan memungkinkan dunia Muslim untuk mengejar ketinggalan ke Barat dan menyingkirkan pemerintahan kolonial.
Tapi dia sebagian besar menghindari menjabarkan seperti apa pemerintahan Islam.
Ajaran-ajarannya menyebar jauh di luar Mesir, dan hari ini berbagai gerakan politik Islamis termasuk organisasi misionaris, amal dan advokasi serta partai-partai politik di banyak negara, menelusuri akar-akarnya pada Ikhwanul Muslimin Mesir. Beberapa dari kelompok ini menggunakan nama Ikhwanul Muslimin dan yang lainnya tidak.
Partai-partai politik yang secara eksplisit terkait atau diturunkan dari Ikhwanul Muslimin diakui di banyak negara yang bersekutu dengan Amerika Serikat, termasuk Yordania, Irak, Kuwait, Bahrain, Maroko, Turki dan Tunisia.
2. Apakah Ikhwanul Muslimin di Mesir teroris?
Tidak. Bahkan pengamat paling kritis sekalipun sepakat Ikhwanul Muslimin tidak memenuhi kriteria untuk dicap sebagai teroris.
Di bawah monarki yang didukung Inggris pada tahun 1940-an, Ikhwanul Muslimin Mesir adalah salah satu dari beberapa faksi untuk menciptakan sayap paramiliter.
Pada tahun 1948, seorang mahasiswa kedokteran hewan berusia 23 tahun yang termasuk dalam kelompok itu membunuh perdana menteri. Dua minggu kemudian, anggota lain dari kelompok itu ditangkap karena berusaha mengebom gedung pengadilan.
Al-Banna mengecam pelaku dan tindakan mereka. "Mereka bukan saudara, mereka juga bukan Muslim," katanya.
Pada 1960-an, sekelompok kecil Ikhwanul Muslimin ditangkap karena merencanakan untuk membangun kembali sayap bersenjata. Saat itulah Ikhwanul Muslimin secara resmi mengkodifikasikan penentangannya terhadap kekerasan dalam risalah berjudul "Pengkhotbah, Bukan Hakim."
Baca: Mesir Bekukan Aset 1.133 Badan Amal Jaringan Ikhwanul Muslimin
Sejarawan mengatakan tidak ada bukti sejak saat itu bahwa Ikhwanul Muslimin Mesir, sebagai sebuah organisasi, telah terlibat dalam kekerasan.
Pemerintah Presiden Abdel Fattah el-Sisi telah mengklasifikasikan Ikhwanul Muslimin sebagai organisasi teroris dan secara rutin menuduhnya berada di balik serangan teroris. Ikhwanul Muslimin secara konsisten membantah terlibat.
Sejak pengambilalihan militer pemerintah Mesir pada 2013, beberapa anggota Ikhwanul Muslimin telah memutuskan untuk membentuk organisasi yang melakukan tindakan kekerasan terhadap pemerintah yang didukung militer.
Dua dari kelompok itu, Hasm dan Liwa al-Thawra, telah ditetapkan sebagai organisasi teroris oleh pemerintah Amerika Serikat.
3. Apakah cabang Ikhwanul Muslimin di luar Mesir terlibat terorisme?